Perjalanan menuju Puncak
Bukit Raya merupakan perjalanan yang sungguh akan membuat mata hati dan pikiran
kita takjub dengan berbagai keindahan alam yang tersajikan langsung di depan
mata kita. Indahnya dinding batu yang berada di sepanjang pinggir sungai seolah
seperti pagar batu yang menjadi pembatas
sungai. Berbagai jenis ikan sungai yang terlihat berenang di dasar sungai seakan mengajak kita untuk
terus menyaksikan keindahan alam yang terhampar dan tak ingin kita lewatkan
walau sekedip mata pun.
Ternyata selain
keindahan panorama alamnya Bukit Raya juga menyimpan sebuah misteri yang sulit
kita cerna dengan akal sehat tetapi hal ini nyata dan “mungkin” akan kita alami.
Cerita ini awalnya hanya
kami dengar di sebuah desa terakhir sebelum kita melanjutkan perjalanan ke
Puncak Bukit Raya, dan sebelum berangkat menuju puncak Bukit Raya kami pun
telah terlebih dahulu melakukan ritual adat yang bertujuan untuk keselamatan
selama perjalanan serta menyiapkan berbagai syarat yang harus kami bawa serta dalam perjalanan
kami, diantaranya yaitu seekor ayam putih, seekor ayam hitam dan ampenan.
Dalam pikiran kami yang
baru pertama kali melakukan perjalanan menuju Puncak Bukit Raya mungkin kami
tidak akan melihat wujud atau tanda-tanda dari Suku Misterius yang banyak
diceritakan oleh warga di Desa terakhir tempat
kami singgah dan mencari seorang yang dapat menjadi pemandu dalam perjalanan
kami. Namun ternyata dugaan kami salah, karena tanda-tanda keberadaan dari suku
misterius tersebut ternyata benar ada dan kami jumpai selama perjalanan kami
menuju puncak Bukit Raya.
Potongan kayu sebesar
jari kelingking yang menempel di salah satu batang pohon (tegakan kayu) seperti
sengaja direkatkan (entah dengan perekat apa) menjadi tanda arah jalan dari
keberadaan suku misterius yang dikenal masyarakat setempat dengan nama Suku Ut tersebut. Arah tanda jalan
ini pun jika terus kita ikuti akan terus kita temui. Namun sayangnya tanda
tersebut tidak dapat kita dokumentasikan apalagi kita ganggu (dipatahkan atau
dirubah) karena menurut pandu yang mendampingi kami jika kita ganggu maka akan
menjadi bahaya dan malapetaka bagi kita. Akhirnya kami hanya dapat melihat dan
merekam dalam ingatan kami masing-masing.
Kejadian aneh lain yang
sangat tidak masuk akal dan sulit kami terima dengan akal sehat yaitu pada saat
kami berada di salah satu patahu terakhir dimana bertemu dua muara sungai
tempat kami beristirahat dan mendirikan tenda. Kejadian tersebut berlangsung
pada pagi hari dimana pada waktu kami melakukan ritual adat yang dipimpin oleh
pandu yang mendampingi kami dengan menyembelih salah satu ayam yang kami bawa
(ayam putih) dan memercikan darah ayam tersebut ke Patahu yang berada tak jauh
dari tenda tempat kami tidur Nampak angin
kencang berhembus melintas di dekat kami melakukan
ritual adat. Kami berpikir itu angin biasa yang berhembus di dalam hutan karena
meniup dahan-dahan pohon tapi ternyata itulah tanda kehadiran dari Suku Ut
tersebut di dekat kami. Setelah hembusan angin kencang tersebut berhenti
berhembus, sang pandu meminta kami untuk memeriksa ampenan yang berada di dalam tas yang terletak di dalam
tenda yang terkunci rapat tak jauh dari
kami melakukan ritual adat. Sungguh suatu keanehan, ampenan yang kami bawa yang
tersimpan didalam tas bahkan terkunci di dalam tenda tersebut hilang semua. Menurut
penuturan dari pandu itulah yang mereka (Suku Ut) minta (“ambil”) jika kita mau
menuju ke Puncak Bukit Raya.
Ternyata Bukit Raya
selain menyajikan keindahan panorama alamnya juga benar-benar menyimpan suatu
keanehan yaitu keberadaan salah satu Suku yang masih sangat misterius
keberadaannya dan dipercaya sebagai orang gaib, manusia perkasa di hutan
rimba. Dan menurut masyarakat setempat Mereka
bisa menghilangkan diri hanya dengan berlindung di balik sehelai daun. Jejaknya
sulit diikuti. Mereka berjalan miring dan sangat cepat. Tubuh mereka ringan
karena tidak makan garam. Serta berbagai macam lagi keanehan mereka yang sulit
kita terima dengan akal sehat tetapi mereka memang ada.
Istilah
:
Patahu
: Batu yang tertanam dan tersusun rapi di atas
tanah yang dipercaya sebagai tempat keramat oleh masyarakat setempat.
Ampenan : Tembakau jawa