Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya


Kawasan hutan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya didominir oleh puncak-puncak pegunungan Schwaner. Keberadaan pegunungan tersebut merupakan perwakilan dari tipe ekosistem hutan hujan tropika pegunungan dengan kelembaban relatif tinggi (86%).

Tercatat 817 jenis tumbuhan yang termasuk dalam 139 famili diantaranya Dipterocarpaceae, Myrtaceae, Sapotaceae, Euphorbiaceae, Lauraceae, dan Ericadeae. Selain terdapat tumbuhan untuk obat-obatan, kerajinan tangan, perkakas/bangunan, konsumsi, dan berbagai jenis anggrek hutan. Terdapat bunga raflesia (Rafllesia sp.) yang merupakan bunga parasit terbesar dan juga tumbuh di Gunung Kinibalu Malaysia. Tumbuhan endemik antara lain Symplocos rayae, Gluta sabahana, Dillenia beccariana, Lithocarpus coopertus, Selaginnella magnifica, dan Tetracera glaberrima. Satwa mamalia yang dapat dijumpai antara lain macan dahan (Neofelis nebulosa), orangutan (Pongo satyrus), beruang madu (Helarctos malayanus euryspilus), lutung merah (Presbytis rubicunda rubicunda), kukang (Nyticebus coucang borneanus), rusa sambar (Cervus unicolor brookei), bajing terbang (Petaurista elegans banksi), dan musang belang (Visvessa tangalunga).

Jenis burung yang menetap di taman nasional ini antara lain enggang gading (Rhinoplax vigil), rangkok badak (Buceros rhinoceros borneoensis), enggang hitam (Anthracoceros malayanus), delimukan zamrud (Chalcophaps indica), uncal kouran (Macropygia ruficeps), kuau raja (Argusianus argus grayi), dan kuau kerdil Kalimantan (Polyplectron schleiermacheri). Kuau kerdil merupakan satwa endemik pulau Kalimantan yang paling terancam punah akibat kegiatan manusia di dalam hutan.


Masyarakat asli yang berada di sekitar taman nasional merupakan keturunan dari kelompok suku Dayak Limbai, Ransa, Kenyilu, Ot Danum, Malahui, Kahoi dan Kahayan. Karya-karya budaya mereka yang dapat dilihat adalah patung-patung kayu leluhur yang terbuat dari kayu Ulin, kerajinan rotan/bambu/pandan dan upacara adat.

Menuju Puncak Bukit Raya:

Bukit Raya berada tepat di Provinsi Kalimantan Tengah tepatnya pada Kabupaten Katingan. Letak dari Bukit Raya yang juga berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat menjadikan akses jalan menuju Puncak Bukit Raya dapat ditempuh melalui Provinsi Kalimantan Barat maupun Provinsi Kalimantan Tengah.

Bukit Raya oleh masyarakat Kalimantan Tengah maupun masyarakat Kalimantan Barat, sudah sejak dahulu dijadikan sebagai jalur lintas yang mereka lewati jika hendak menuju desa atau perkampungan warga, baik yang berada di Kalimantan Barat maupun yang berada pada Kalimantan Tengah.

Menurut keterangan dari beberapa tokoh masyarakat (desa), jalan yang mereka lewati untuk menuju puncak Bukit Raya dapat dijangkau melalui beberapa rute tergantung dari desa mana mereka berasal dan kemana arah tujuan mereka. Adapun jalur yang sering mereka lalui untuk menuju puncak Bukit Raya jika dari Kalimantan Tengah yaitu melalui Desa Sabaung menuju Desa Rantau Malam atau arah sebaliknya jika dari Kalimantan Barat.

Dari Riam Habangoi melalui Desa Sabaung adalah salah satu rute yang biasa dilalui warga setempat untuk mencapai puncak Bukit Raya. Jalur ini juga merupakan jalur yang dilalui oleh salah satu Tokoh Pendiri Provinsi Kalimantan Tengah untuk menuju Puncak Bukit Raya, dan konon menurut keterangan dari warga setempat Puncak Bukit Raya merupakan salah satu tempat pertapaan Tokoh Pendiri Provinsi Kalimantan Tengah tersebut.

Pendakian mencapai Puncak Bukit Raya dengan menyelusuri sungai, pengamatan satwa/tumbuhan, wisata budaya menjadikan suatu pengalaman yang penuh tantangan dan keindahan. Ketinggian Bukit Raya sekitar 2.278 meter dpl, suhu udara antara 7° - 10°C.

Keindahan lain yang disuguhkan dari panorama alam Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya yaitu :
Sungai Senamang, Sepan Apui, Wisata Arung Jeram, Sumber Air Panas, Padang Pengembalaan Rusa, Pengamatan Satwa dan Air Terjun.

Cara pencapaian lokasi :

Rute perjalanan dari Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah yaitu Palangka Raya menuju Puncak Bukit Raya melalui Desa Sabaung dengan cukup terperinci di uraikan pada Tabel berikut ini ;


Aksesibilitas Menuju Puncak Bukit Raya

No.

Rute

Sarana
Tranportasi

Waktu
Tempuh

Biaya

Keterangan

Satuan

Harga

1.

Palangka Raya – Tbg. Samba

Taxi/Travel
(Darat)

4 - 6 Jam

Orang
Carter

Rp. 80.000,-

Rp. 550.000,-


2.

Tbg. Samba - Tbg. Hiran

Klotok
(Sungai)

5 – 6 Jam

Orang

Rp. 80.000,-


Taxi/Travel

(Darat)

3 – 4 Jam

Orang

Rp. 80.000,-


3.

Tbg. Hiran – Riam Rangkong

Klotok (Sungai)

8 – 10 Jam


Rp. 3.000.000,-

Alternatif 1

4.

Tbg. Hiran — Sabaung

Klotok
(Sungal)

2 - 3 Jam

Carter

Rp. 500.000,-

Alternatif 2

Sabaung — Riam Rangkong

Klotok
(Sungai)

6 - 8 Jam

Carter

Rp. 2.500.000,-

Keterangan : Jika air sungai tidak surut dapat menggunakan klotok besar dari Tbg Hiran atau Desa Sabaung menuju Riam Rangkong.



Kantor:

Balai Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya

Jln. Dr. Wahidin S. No. 75 Sintang 78611, Kalimantan Barat

Telp./Fax : (0565) 23521

E-mail : tnbbb@plasa.com

Seksi Pengelolaan TN Wilayah II

Komplek Perkantoran Pemkab Katingan Kav 71a

Kasongan - Kalimantan Tengah

Telp./Fax: (0536) 4043591

Resort Tumbang Hiran

Jln. Cilik Riwut Tumbang Hiran Kecamatan Marikit

Kabupaten Katingan - Kalimantan Tengah

E-mail : resorthiran@gmail.com


Sabtu, 08 Desember 2012

Upaya Menekan Bentuk Gangguan & Ancaman


Hampir semua kawasan konservasi di Indonesia tidak lepas dari berbagai bentuk gangguan dan ancaman kerusakan, begitupula yang tejadi terhadap kawasan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya. Ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain, masih kurang optimalnya pengelolaan kawasan konservasi yang meliputi kurangnya pengawasan terhadap kawasan maupun kurangnya sosialisasi dan pemberdayaan terhadap masyarakat setempat. Rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kawasan konservasi serta tingginya ketergantungan masyarakat di sekitar kawasan konservasi juga merupakan salah satu faktor penyebab  yang menjadi pemicu ancaman dan gangguan terhadap kawasan konservasi sehingga  menjadikan kawasan rentan terhadap berbagai bentuk gangguan dan ancaman kerusakan.
Resort Hiran Panahan yang merupakan salah satu unit pengelolaan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya, berusaha  menekan ancaman dan gangguan dari masyarakat terhadap Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya, salah satunya melalui pemasangan papan  Tanda Peringatan/Pemberitahuan pada lokasi yang merupakan pintu masuk menuju kawasan ataupun pada daerah-daerah yang rawan terhadap bentuk gangguan dan ancaman pada kawasan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya.


Pemasangan tanda peringatan/pemberitahuan yang bertujuan untuk menekan ancaman dan gangguan dari masyarakat terhadap Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya ini merupakan upaya swadaya  yang dilakukan oleh Personel Resort Hiran-Panahan.




Selain itu pemasangan beberapa tanda peringatan/pemberitahuan  tersebut dimaksudkan agar masyarakat mengerti dan tahu tentang keberadaan kawasan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya serta mengetahui berbagai kegiatan yang dilarang di dalam kawasan taman nasional.

Jumat, 16 November 2012

Cuplikan RBM Resort Tumbang Hiran


Pola pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia khususnya Taman Nasional telah beberapa kali bermetamorfosis,  hingga  Pada tahun 2006, paper pertama yang ditulis oleh Ir. Wiratno, M.Sc saat itu Kepala TN Gunung Leuser (TNGL), dengan icon resort-based management (RBM) didasari pada latar belakang bahwa terjadi fenomena yang disebut sebagai “paper park” di TNGL; yaitu kondisi lapangan yang tidak dijaga oleh staf dalam jangka waktu yang (sangat) lama, sehingga menimbulkan berbagai persoalan yang kronis.  Akar masalahnya beragam, mulai dari lemahnya leadership, konflik sipil-militer di Aceh, dan lain sebagainya.  
Tahun 2009 pada Rakernis PHKA, Subdit PP mengusulkan kegiatan RBM dan penanganan perambahan di KK, walaupun belum terbit Renstra PHKA yang mengamanatkan diberlakukannya pengelolaan taman nasional berbasis resort di 50 TN. Renstra PHKA baru terbit pada tahun 2011, untuk Renstra periode 2010-2014.
Gaung RBM semakin keras bergema dan pola RBM tersebut telah dilaksanakan pada beberapa Taman Nasional, hingga  pada tahun 2012 Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya mulai menerapkan pola Resort Base Management dalam pengelolaan kawasannya.
Dalam pelaksanaannya, RBM pada Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya  banyak menemui kendala yang diantaranya yaitu; kurangnya kesiapan SDM maupun sarana dan prasarana kegiatan yang dapat menunjang dalam pelaksanaan RBM tersebut.
Untuk mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan RBM tersebut  mesti dibutuhkan kekompakan tim dalam suatu resort, dimana seorang kepala resort dapat menjadi motor penggerak yang handal dan dapat memimpin para anggota resort agar dapat bekerja secara kompak guna mencapai hasil yang maksimal.
Kurangnya sarpras dari suatu resort tentunya sudah tidak dapat lagi dijadikan alasan dalam pelaksanaan RBM, karena disinilah inovatif dari seorang kepala resort maupun anggota resort diperlukan agar resort tersebut dapat berhasil dalam mengelola wilayah kerjanya.
Salah satu contoh yaitu pada Resort Tumbang Hiran, dmana untuk mencapai lokasi kantor resort tersebut saja sudah memakan waktu selama 1 hari perjalanan dan pada resort tersebut tidak ada fasilitas ataupun sarana dan prasarana yang memadai selain hanya sebuah bangunan tua yang sudah mesti direnovasi.
Namun keinginan guna kemajuan Resort Tumbang Hiran sudah menjadi tekad kuat yang terbentuk dari personel resort. Inilah modal awal yang menjadi dasar kemajuan dari Resort Tumbang Hiran.
Langkah awal yang dilakukan Resort Tumbang Hiran yaitu menyiapkan wadah untuk menjadi sebuah kantor resort. Karena sangatlah tidak tepat jika sebuah resort pengelolaan namun tidak memiliki wadah atau kantor pengelolaan.
Dengan swadaya dari personel Resort Tumbang Hiran maka dibenahilah bangunan tua yang dulunya disebut Visitor Center tersebut untuk disulap menjadi sebuah kantor resort tanpa menghilangkan fungsinya sebagai Visitor Center.

Setelah terbenahinya bangunan kantor resort, kendala lain muncul setelah setiap selesai pelaksanaan kegiatan lapangan baik itu kegiatan inventarisasi maupun pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan. Kendala tersebut yaitu tidak adanya peralatan untuk menampilkan hasil kegiatan dilapangan agar dapat menampilkan cuplikan hasil kegiatan dilapangan selain fhoto kegiatan yang diperoleh dilapangan. Permasalahan inilah yang menjadi dasar pemikiran untuk membuat maket yang memuat wilayah kerja resort dengan berbagai kondisinya yang diperoleh dari lapangan.

Maket kerja Resort Tumbang Hiran selain memuat peta wilayah kerja dengan topografinya juga menampilkan berbagai kondisi lapangan seperti daerah rawan gangguan, penyebaran jenis flora dan fauna serta memuat beberapa desa penyangga yang terdapat pada wilayah kerja Resort Tumbang Hiran dengan berbagai kondisinya. 
Data yang terdapat pada maket tersebut setiap waktu berkembang seiring hasil pelaksanaan kegiatan keresortan. Dan nanti diharapkan kedepannya maket wilayah kerja Resort Tumbang Hiran ini dapat benar-benar menjadi cuplikan nyata kondisi wilayah kerja Resort Tumbang Hiran yang lengkap sesuai kondisi di lapangannya.

Rabu, 19 September 2012

Menjalin Hubungan Kerja


Seringkali orang menyepelekan soal satu ini. Kerja bagi mereka berarti tugas selesai. Titik. Padahal, hubungan dengan orang-orang di lingkungan wilayah kerja pun tak kalah penting dalam mendongkrak suatu organisasi.

Hal paling penting dalam pekerjaan di abad 21 ini adalah kemampuan membangun dan menjaga hubungan karena keberhasilan dari sebuah pekerjaan atau organisasi salah satunya adalah adanya koordinasi yang baik dari semua unsur dalam suatu wilayah  atau lingkungan kerja. 
Bersama  Camat Marikit sebagai upaya Resort Hiran membangun koordinasi
yang baik dengan pihak Kecamatan Marikit

Terobosan inilah yang coba dilakukan oleh Resort Hiran guna menjalin koordinasi yang baik di wilayah Kecamatan Marikit agar seluruh program yang telah direncanakan akan berjalan dengan baik dan memperoleh dukungan dari Pemerintah Daerah khususnya di Wilayah Kerja Resort Hiran – Panahan yang wilayahnya berada di Kecamatan Marikit. Upaya koordinasi ini juga merupakan salah satu kunci guna keberhasilan pengelolaan Resort (RBM) di Wilayah Kerja Resort Tumbang Hiran – Panahan.

Senin, 03 September 2012

Pelajaran Dari Brazil


Mengatasi Penggundulan Hutan
Oleh: Josef Leitmann 

BRASIL, seperti halnya Indonesia, dihadapkan pada masalah penggundulan hutan tropis. Melalui perdebatan dan eksperimentasi selama bertahun-tahun, negara ini sekarang telah berhasil mengembangkan beberapa praktik yang baik dan sebuah rencana tindakan untuk memerangi penggundulan hutan Amazon yang mungkin bermanfaat bagi Indonesia dalam perjalanannya menuju pengelolaan lingkungan hidup yang lestari.

Amazon yang membentang seluas kira-kira 5,1 juta kilometer persegi yang 80 persennya merupakan hutan, mencakup sekitar 60 persen wilayah Brasil. Sebanyak 12 persen dari penduduk Brasil yang berjumlah 175 juta jiwa tinggal di kawasan ini. Kawasan ini merupakan bioma hutan basah terbesar di dunia, dengan 50.000 spesies tumbuhan yang telah dikenal, 3.000 spesies ikan, dan 2.000 spesies burung.

Amazon menampung hingga seperlima air tawar dunia dan kemungkinan dampaknya pada iklim global seandainya kawasan ini lenyap. Dari tutupan hutan semula, pembukaan hutan telah mencapai hampir 17 persen pada tahun 2003. Estimasi terakhir untuk tahun 2003 mencapai 23.750 kilometer persegi atau 48 persen di atas angka rata-rata tahunan untuk tahun 1990-an.

Amazon menghadapi berbagai macam persoalan, yaitu kurangnya kesepakatan mengenai aturan main pembangunan ekonomi, minimnya ketersediaan infrastruktur di kawasan yang begitu luas sehingga tingkat kesulitan penyediaan pelayanan sosial (kesehatan dan pendidikan) cukup tinggi terutama akibat kurangnya sarana transportasi.

Kemudian hak penguasaan atau pemilikan lahan yang tidak jelas dan konflik penggunaan lahan yang ditimbulkannya; perluasan peternakan dan pertanian yang tak terkendali; urbanisasi yang pesat; ketidakmampuan mengendalikan penggundulan dan kebakaran hutan; ketidakpastian peran penduduk asli dalam pembangunan ekonomi dan pengelolaan lingkungan hidup; berbagai masalah pembangunan di tingkat lokal, khususnya di sektor energi dan pertambangan; dan tantangan utama berupa rendahnya kapasitas kelembagaan dan buruknya pemerintahan.

Penyebab utama penggundulan hutan di Amazon Brasil adalah tidak terkendalinya perluasan peternakan dan pertanian komersial, yang telah berkembang dengan pesat selama 25 tahun terakhir. Sejak tahun 1970, lebih dari 90 persen lahan hutan yang rusak (deforested lands) berubah menjadi padang rumput.

SEBUAH studi jangka panjang menunjukkan bahwa jika kecenderungan sekarang berlanjut, maka hanya 44 persen tutupan hutan di masa lalu yang akan tetap sebagai hutan pada awal abad berikutnya, itu pun sebagian besar berbentuk padang rumput dan padang atau lahan yang telantar.

Meskipun menghadapi masalah dan dinamika penggundulan hutan yang berat, Brasil berhasil melaksanakan sejumlah eksperimen untuk memperlambat dan bahkan membalik proses degradasi lingkungan.

Contoh-contohnya antara lain:

Memberi pemilik lahan (perorangan dan perusahaan swasta) tanggung jawab dan insentif.
Para pemilik lahan di Amazon secara hukum diwajibkan untuk mempertahankan 80 persen lahan mereka sebagai hutan. Di beberapa negara bagian, para pemilik lahan dapat menukarkan kewajiban ini sehingga mereka dapat mengembangkan lahan untuk keperluan produktif. Para pemilik lahan dapat diberikan pembebasan pajak bumi dan bangunan di tingkat pedesaan atas lahan yang mereka tetapkan sebagai kawasan lindung swasta.

• Menggunakan teknologi tinggi untuk pemantauan dan pengendalian.

Pemerintah federal telah menginvestasikan lebih dari 1 miliar dollar AS untuk menciptakan sistem pengawasan satelit terhadap Amazon, yang sebagian digunakan untuk memantau kegiatan penebangan liar dan kebakaran hutan. Sedikitnya, sebuah negara bagian (provinsi) di Brasil telah menggabungkan pemantauan ini dengan sistem perizinan lingkungan untuk melaksanakan ketentuan cagar alam resmi dan memadamkan kebakaran hutan.

• Memberikan hak milik kepada masyarakat adat yang tinggal di hutan.
Hampir seperempat dari seluruh hutan Amazon di Brasil pada saat ini sedang dalam proses untuk ditetapkan sebagai kawasan lindung bagi masyarakat adat, termasuk penyelenggaraan berbagai pelatihan dan proyek percontohan bagi kelompok-kelompok masyarakat adat. Mereka menggunakan berbagai teknik tradisional dan modern untuk mengelola dan melindungi sumber daya hutan.

• Memberdayakan pengelolaan lokal secara berkelanjutan.
Masyarakat yang tinggal di hutan diberdayakan melalui pembentukan kawasan lindung dengan pemanfaatan terbatas sehingga masyarakat tetap dapat memanfaatkan sumber daya hutan meskipun dengan cara-cara yang ramah bagi lingkungan. Sebagai insentif untuk kewajiban menjaga kawasan lindung dengan pemanfaatan terbatas tersebut, masyarakat diberikan hak penguasaan lahan hutan dan menerima berbagai bantuan mulai dari pembangunan infrastruktur sampai kepada proyek-proyek percontohan untuk pengentasan kemiskinan dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat.

• Meningkatkan kapasitas.
Instansi-instansi bidang lingkungan hidup di sembilan negara bagian yang wilayahnya merupakan bagian dari Amazon telah dibentuk dan diperkuat, termasuk (a) menegosiasikan penetapan kawasan ekologi-ekonomi untuk daerah-daerah kritis, dan (b) menggunakan serta melatih lebih dari 2.000 polisi lingkungan untuk bekerja di bidang pendidikan dan penegakan hukum. Pada saat yang sama, lebih dari 600 lembaga swadaya masyarakat (LSM) dibentuk untuk membagikan pengetahuan dan melakukan lobi mengenai perubahan.

• Pembiayaan kawasan konservasi secara berkelanjutan.
Sejumlah dana hibah sebesar lebih dari 200 juta dollar AS sedang dipersiapkan, dengan dukungan pendanaan dari GEF (Global Environment Facility), untuk membiayai pembentukan dan pengelolaan taman-taman nasional di kawasan Amazon secara berkelanjutan.

• Mendukung upaya pemeliharaan hutan yang dikelola dengan baik.
Sejumlah dana telah dialokasikan kepada beberapa perusahaan swasta untuk melakukan percobaan pengelolaan hutan secara lestari; sebuah pusat penelitian dan program pelatihan kehutanan yang berkelanjutan telah dibentuk; dan program sertifikasi baik untuk pembeli maupun bagi penjual produk kayu hutan tropis telah mulai berjalan.

Kebanyakan inovasi di atas dirintis oleh Program Percontohan Hutan Tropis, sebuah kemitraan yang didukung oleh dana sebesar 450 juta dollar AS dari Pemerintah Brasil, masyarakat, donor internasional dan Bank Dunia.

ADA tiga perkembangan terbaru yang membantu Brasil menghadapi masalah penggundulan hutan.

Pertama

Sebuah rencana tindakan untuk mencegah penggundulan hutan yang dikembangkan oleh sebuah gugus tugas yang mewakili 11 departemen di tingkat nasional (federal), yang mengusulkan 149 buah tindakan terpadu di bidang: pengelolaan dan hak penguasaan lahan hutan; pemantauan dan pengendalian lingkungan; dukungan kepada kegiatan-kegiatan produktif yang berkelanjutan; dan prasarana (infrastruktur) yang bersahabat dengan lingkungan.
Rencana ini melibatkan kemitraan antara pemerintahan, masyarakat sipil dan sektor swasta. Hasil-hasil yang diharapkan mencakup: penurunan angka penggundulan hutan dan pembakaran hutan liar; penurunan spekulasi lahan di daerah yang sensitif; penurunan penebangan liar; peningkatan pencegahan dan pengendalian kebakaran, pengelolaan padang rumput dan praktik-praktik pertanian yang berkelanjutan; peningkatan hak penguasaan/pemilikan lahan di pedesaan yang menghormati berbagai ketentuan kawasan hutan lindung; berbagai langkah maju ke arah reformasi agraria yang ramah lingkungan; pembentukan kawasan konservasi alam dan kawasan masyarakat adat tambahan di daerah yang kritis; dan peningkatan kapasitas kelembagaan untuk pengendalian penggundulan hutan dan mendukung produksi yang berkelanjutan.

Kedua,
Rencana Amazon yang Bekelanjutan, yang dikembangkan oleh Kementerian-kementerian Lingkungan Hidup dan Integrasi Nasional, mengusulkan strategi-strategi spesifik untuk tiga kawasan makro di Amazon:
  • Zona yang padat penduduknya-daerah-daerah Amazon yang paling banyak mengalami penggundulan hutan; 
  • Amazon Tengah-daerah yang saat ini terancam oleh pembangunan yang berlebihan; dan
  • Amazon Barat-daerah-daerah yang belum pernah terjamah karena letaknya jauh dari jalan.

Ketiga,
Hasil dari kelompok kerja antarkementerian untuk mengatasi penggundulan hutan dan proses pelestarian Amazon yang berkelanjutan adalah terbentuknya sebuah kelompok yang akan menyusun rencana pengelolaan lahan dan pembangunan yang berkelanjutan untuk kawasan yang akan terkena dampak pembuatan jalan raya Cuiabá-Santarém. Proses penyusunan kebijakan ini telah berhasil mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan investasi dalam skala besar di kawasan Amazon.

SEBAGAI bagian dari strategi bantuan Bank Dunia untuk negara Brasil pada tahun 2004-2007, Bank Dunia menyusun sebuah program untuk mendukung berbagai kegiatan dan prakarsa pelestarian lingkungan yang lain di Amazon Brasil. Tujuannya adalah untuk mengurangi kemiskinan, menciptakan kondisi yang memungkinkan pembangunan ekonomi dan melestarikan sumber daya lingkungan di kawasan ini.

Apa yang dapat dipelajari Indonesia dari kisah ini? Memang banyak pengalaman dari Brasil ini yang bersifat khas dan merupakan hasil dari perjalanan sejarah, kondisi lingkungan, budaya dan sistem politik negara tersebut. Tetapi, ada beberapa pelajaran yang bersifat umum, seperti: pengalihan hak pengelolaan dan penguasaan sumber daya alam kepada masyarakat setempat, yang telah terbukti menjadi salah satu kunci keberhasilan pelestarian kawasan Amazon di Brasil.

Memang tidak ada satu sepatu yang cocok untuk semua kaki sehingga pendekatan yang berhasil diterapkan di sebuah tempat masih harus disesuaikan dengan tingkat komitmen politik dan kemampuan teknis yang ada; uji coba inovatif untuk mengelola hutan-hutan tropis dapat diperbanyak dan ditingkatkan keberhasilannya. Proses ini dapat dilangsungkan dengan biaya rendah atau tanpa biaya dengan melibatkan berbagai mitra internasional.

Dr Josef Leitmann Koordinator Lingkungan Hidup di Kantor Bank Dunia, Jakarta