- Antisipatif : dapat melakukan antisipasi munculnya berbagai persoalan.
- Responsif : mampu melakukan tanggapan dengan cepat terhadap berbagai persoalan dan potensi yang dapat dikembangkan.
- Inovatif : berani melakukan berbagai inovasi atau terobosan menghadapi persoalan internal dan eksternal.
- Adaptif : mampu melakukan penyesuaikan strategi, taktik, dan mobilisasi sumberdaya dalam merespon beragamnya perubahan situasi dan kondisi yang akan berdampak pada kelestarian kawasan dan fungsinya.
- Transparan : berani melakukan perubahan paradigma menjadi lebih terbuka dan melibatkan berbagai pihak kunci dalam “siklus manajemen”.
- Akuntabel : memenuhi kaidah-kaidah tertib administrasi keuangan, tertib pelaporan, dan kualitas pekerjaan.
- Menjadi Leading Agency dalam penyusunan dan menerapkan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan.
- Berhasilnya dibangun leadership di berbagai tingkatan khususnya di lingkungan internal dan jaringan kerja ke lingkungan eksternal.
- Terkelolanya berbagai persoalan dan potensi dengan lebih manusiawi dan memberikan kemanfaatan nyata bagi masyarakat, tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip kelestariannya.
- Memulai kesadaran (spiritual dan intelektual) tentang pentingnya budaya “membaca” yang didisain untuk mempercepat proses pemahaman dan penguasaan data, informasi, dan pengetahuan tentang kawasan dan isinya, termasuk kemanfaatannya bagi masyarakat dan ilmu pengetahuan.
Aspek
|
Sebelum RBM
|
Sesudah RBM
|
Identifikasi Akar Masalah dan Potensi
|
Berdasarkan
telaah dokumen, atau hasil survai terbatas dan belum mendalam,
teknik survai belum teruji, kegiatan terbatas dilakukan oleh internal,
belum melibatkan pakar/praktisi, hasil belum dapat dibandingkan untuk
memprediksi trend, baru bisa memotret sympton bukan core problem-nya
|
Berdasarkan
hasil survai dan kajian yang cukup mendalam, dengan teknis
pengambilan data yang lebih akurat, melibatkan pakar/praktisi,
masyarakat, bersifat time series sehingga dapat memprediksi trend, ,dapat diidentifikasi akar masalah, potensi yg layak dan prioritas dikembangkan.
|
Perencanaan untuk penyusunan DIPA
|
Disiapkan oleh kelompok kecil di Balai; Nuansa top-down masih sangat dominan.
Belum didasarkan pada data, fakta, dan analisa kebutuhan riil di lapangan.
Kualitas
perencanaan masih rendah, kurang tepat sasaran, masih ada gap antara
kebutuhan lapangan dengan ketersediaan perencanaan dan alokasi
anggaran
|
Disiapkan
dengan melibatkan Kepala Seksi, Kepala Resort, dan sebagian besar
staf Balai. Nuansa keterbukaan komunikasi dan proses bottom-up sangat kental.
Didasarkan pada data dan informasi serta kebutuhan riil dan prioritas kebutuhan di setiap Seksi dan Resort
Kualitas
perencanaan lebih baik, lebih realistis, dibuat berdasarkan skala
prioritas sesuai tipologi resort, ,lebih tepat sasaran
|
Pelaksanaan Kegiatan
|
Nuansa
top-down masih kental, Seksi dilibatkan secara terbatas, di tingkat
resort suasana menunggu masih dropping dana, untuk melaksanakan
berbagai kegiatan. Hal ini diiringi dengan kurang jelasnya sistem
kerja, SPJ,pelaporan; peran Kepala Seksi atau “Tim Balai” untuk
memberikan bimbingan bleum nampak
|
Persiapan
pelaksanaan kegiatan, dimulai dengan pembahasan bersama, minimal
melibatkan Seksi, Tim Balai, menyiapkan ToR untuk setiap kegiatan;
mengoptimalkan mekanisme rapat bulanan, atau triwulan, untuk
membicarakan persiapan pelaksanaan kegiatan (metode kerja, teknik
pengambilan data, SPJ,tata waktu, tim kerja, dsb).
|
Monitoring dan Evaluasi
|
Dilakukan secara terbatas oleh Satuan Pengawas Internal (SPI), hanya fokus pada realisasi kegiatan fisik dan keuangan.
|
Dilakukan
oleh SPI dengan melibatkan Seksi dan Resort, serta masyarakat
(apabila diperlukan); proses pembelajaran berlangsung dengan intens;
Arahan dan bimbingan diberikan tepat waktu ketiak proses monitoring, sehingga setiap kegiatan dapat mencapai sasarannya.
Evaluasi dilakukan setiap akhir tahun untuk mengetahui capaian fisik (output) dan outcomes-nya.
Hasil evaluasi dijadikan dasar perbaikan perencanaan di tahun yang akan datang.
|
Leadership
|
Kepemimpinan
masih sangat lemah, arah organisasi kurang jelas, transparansi sangat
rendah, muncul berbagai kelompok di Balai (PEH, Polhut, Tim
Proyek,dsb); reward dan punishment tidak jelas, suasana
kerja tidak kondusif. Kondisi ini berdampak pada tidak selesainya
persoalan kawasan, dan berbagai inisiatif kemitraan tidak jalan.
|
Transparansi
yang dikembangkan di berbagai level mulai menghasilkan terbangunnya
rasa saling percaya (trus) di hampir seluruh jajaran balai, Seksi,
Resort; tumbuh kembangnya rasa sebagai “satu keluarga” besar, saling
menghargai, saling menyapa, saling mengingatkan; suasana kerja menjadi
lebih kondusif dan nyaman untuk dibangunnya komunikasi yang sehat;
Kepala Balai berperan sebagai “orang tua”, yang membimbing,
mengarahkan, dan menegur “anak-anaknya”; energi positif mengalir ke
berbagai lini, termasuk kepada mitra; arah organisasi menjaid semakin
jelas; data dan informasi kawasan semakin lengkap dan kawasan dapat
dikelola dan mulai dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat
(riil jangka pendek) dan pengembangan ilmu pengetahuan (jangka
panjang).
|
Perubahan sikap mental
|
Sebagian
besar staf dan pimpinan belum menunjukkan sikap mental tentang
pentingnya kualitas dan validitas data dan informasi yang
dikumpulkan dari lapangan.
|
Sebagian
besar staf dan pimpinan telah menyadari pentingnya kualitas data dan
informasi yang diambil dari lapangan, pentingnya ketepatan metode
pnegambilan data, analisis data, melakukan check, cross check, dan recheck
(prinsip triangulasi, mengawal proses pembelajaran untuk meningkatkan
kapasitas dan kapablitas staf, sebagai bagian dari upaya membangun “learning organsization”, sebagai
modal dasar membangun profesionalisme dan menata sikap mental staf
yang cinta kejujuran ilmiah dan kejujuran spiritual.
|
Culture Organisasi
|
Organisasi diwarnai dengan situasi pasif, reaktif, business as usual, blue-print attitude, menunggu petunjuk atasan, Jakarta.
|
Organisasi
sangat aktif, proaktif, banyak melakukan innovatif, adapsi terhadap
berbagai perubahan, membangun network kerja, membangun strategi
komunikasi dan marketing dan bahkan mulai dipikirkan membangun kultur dan icon atau branding organization.Dengan indikasi liputan media positif terhadap performa organisasi.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar